Selasa, 21 Januari 2014

Jadilah apa yang seharusnya terjadi





Matahari belum terlihat
Aku pun belum beranjak
Beranjak dari sebuah tempat tidur yang kecil
Sedang pikiranku entah kemana dia menepi
.
.
Sesekali aku tak merasa dekat
Sehingga kini rasanya kau hilang mendadak
Rasanya takkan ada kata “Berhasil”
Semestinya aku tak harus seperti ini
.
.
Lama sekali rasanya
Aku selalu ingin tahu
segala tentangmu
Tapi yang kurasa hanya percuma
.
.
Salah
Jika semua itu yang kulakukan
Tak ada janji
Tak ada hal yang pernah sampai
.
.
Lelah
Jika hanya dipikirkan
Harusnya ada sekeping janji
Dan seutas kata kecil yang sampai
.
.
Satu…
Seribu…
Satu hingga seribu
Semuanya tak ada yang pernah terjadi padamu
Wajar saja jika sesuatu hal terjadi
Sesuatu yang tak pernah aku tahu
Sesuatu yang membuat aku …
Sesuatu yang membuatku …
.
.
Tak ada praduga tak bersalah
Hanya bodoh ini yang membuatku lelah
Selalu salah
Dan ingin menyerah.
.
.
Seharusnya aku sadar
Seharusnya aku tahu
Seharusnya aku ingat
Dan seharusnya aku mengerti
.
.
Jika seseorang yang bersandar
Jika hanya seseorang yang tahu
Jika hanya orang lain yang dekat
Jika seorang yang selalu mengerti
.
.
Seharusnya aku bangun
Seharusnya aku buka mata ini
Terbangunlah wahai diri yang tak pernah terbangun
Buka mata mu, Kini
.
.
Sehingga bunrung hinggap di batang pohon
Sehingga ikan itu berenang di suatu kolam
Sehingga semut itu merayap di dalam tanah
Dan sehingga kelalawar itu tetap dalam gua
.
.
Sehingga tak ada yang memohon
Tak ada yang terbungkam
Tak ada yang sakit parah
Dan tak ada kata “kita”
.
.
Tak ada yang bisa dipungkiri
Tak ada yang bisa dihindari
Hanya sang penguasa yang membuat garis hidup ini
Dan yang mungkin menghubungkan yang ada disini
.
.
Apapun yang terjadi
Jadilah apa yang seharunya terjadi

Senin, 06 Januari 2014

Aku Bangun



dan dengan lirih aku berkata
dan aku disini terdiam, tanpa mampu mempertahankan kau untuk tetap tinggal dan jangan tanggal.
biar, semua dalam sepi. ku relakan segalanya berjalan tanpa pernah mampu ku hentikan. pun kepergianmu.
kecuali kamu, dengan sederhananya senyumanmu mampu meluluhkan segala keteguhanku.
kecuali kamu. dengan kedipan mata mampu menjatuhkanku
ingin ku berlari, sampai tak ada satupun orang yang mampu menjangkauku.
telah kuterima ketetapan Tuhan, berpisah darimu dalam sebuah ketidakpastian.
telah kukuatkan hatiku menjalani sisa sebagian harapanku tanpa dirimu.
aku dihadapkan kembali kepada waktu yang sama, di tempat yang sama, dengan kenyataan yang berbeda.
aku tak lagi ingat, kapan senyummu yang menenangkan kini berubah menjadi menggetirkan.
aku tak lagi ingat, bagaimana tegap langkah kakimu berjalan perlahan-lahan, meninggalkanku dari semua harapan.
namun kini, aku hilang.
aku masih ingat, tegap bahumu, lembut suaramu dan sederet senyumanmu yang menenangkanku. dulu.
aku masih hapal betul bentuk lenganmu, caramu berjalan dan meyakinkanku bahwa kebahagiaan ada bersama kita dan di masa depan.
pantulan sinar mentari yang cerah, senyumanku yang melebur bersamanya. kini kaku, biru.
dan sekarang aku kembali datang, untuk membawa segala kesedihan itu pulang.
hari ini, di tempat yang sama. aku kembali mengingat, dulu. aku pernah jatuh cinta.
sesekali bayangkanlah perasaanku. dan nikmatilah setiap kesedihan, yang mengalir disana.
remang lampu ditepian jalan, sayap kunang-kunang yang patah, dan segala kesepian ini. menghadirkanmu.
detik jarum jam memutar waktu, detak jantungku memutar rindu.
langit-langit kamar, memantulkan kesepian. langit-langit hati, memantulkan kerinduan.
dibalik senyum, kau tak pernah bisa membaca. ada sedikit kepahitan dan kesedihan didalamnya.
dan aku tengah menanti waktu diantara dua hal; kedatanganmu atau kepergianmu.
cinta, kelak bukanlah lagi alasan untuk saling lagi menguatkan.
tak mudah bagiku untuk bertahan dalam keadaan yang tak memungkinkan.
nanti, kelak ketika kau ingin pulang. ingatlah, aku bukan lagi tempat untuk kau kembali datang.
nanti, ketika kebahagiaanmu sudah dapat kau raih sendiri. ingatlah aku sesekali, sebagai kesedihan. yang pernah kau telantarkan.
ku lepas kau sebebasnya. namun ingat, kelak waktu kan menjadikanku bukan lagi tempat untuk kau pulang.
malam ketiga. sebuah doa masih dengan satu nama. mungkin malam keempat, bukan namamu lagi yang ku eja.
kau meminta waktuku untuk menunggumu. mungkin segala rasa akan habis, saat kesabaran mulai menipis.
barangkali nanti, akan ada masa dimana aku memilih untuk berhenti. bukan tak mau mempertahankan, namun kebaikan ada setelah perpisahan.
barangkali takdir Tuhan tengah berbicara.
perjalanan belum usai, namun tak ada lagi yang dapat aku ceritakan saat air mata tak lagi berderai.
aku menghela pada sepi. apakah mencintai harus sesakit ini?
saat senyummu tak lagi menjadi pemadam segala pedihku. dan tatap matamu tak lagi menguatkan aku.
aku merasa kehilangan sesuatu yang masih ku genggam.
doa-doa yang kini kugenggam, entah untuk siapa akan aku rapalkan.
aku terdiam mematung. lenganmu tergantung. tak lagi memapahku.
sehebat apakah Cinta, hingga luka terus tergores tanpa pernah kutemukan penawarnya.
aku terdiam, penuh tanya dalam bungkam.
segalanya akan menyusut bersama waktu. jarum jam bergerak begitu lambat, tak pernah mengerti perasaanku.
hari ini, akan menjadi kemarin di hari esok. dan esok, akan menjadi hari kemarin di lusa.
pada akhirnya, semua akan menjadi kenangan.